KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penulis
dapat menyusun makalah yang berjudul “ THYPOID “ .
Dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
berpartisipasi dan membantu dalam penyelesaian penulisan makalah ini.
Penulis menyadari dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan penulis bersedia
menampung kritik dan saran dari para pembaca.
Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam tifoid (Typhus abdominalis,
Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut
yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu
minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Menurut T.H. Rampengan dan
I.R. Laurentz diperkirakan insiden demam tifoid pada tahun 1985 di Indonesia
adalah sebagai berikut umur 0-4 tahun 25,32 %, umur 5-9 tahun 35,59 % dan umur
10-14 tahun 39,09%. Namun menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak merupakan
hal yang tidak mudah mengingat tanda dan gejala klinis yang tidak khas terutama
pada penderita di bawah usia 5 tahun. Insiden penyakit ini tidak berbeda antara
anak laki dan anak perempuan, tergantung pada status gizi dan status imunologis
penderita.
Demam tifoid disebabkan
karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan
zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan
beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang
menimbulkan gejala demam.
Sebagai tenaga kesehatan,
kita sebaiknya memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama pada anak-anak
supaya menjaga kebersihan, baik kebersihan lingkungan, makanan, air minum, dan
kebersihan diri sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Pengertian dari
thypoid ?
1.2.2 Apa etiologi atau
penyebab terjadinya thypoid ?
1.2.3 Bagaimana
patofisiologi sampai terserang thypoid ?
1.2.4 Apa saja manifestasi
klinis yang disebabkan karena thypoid ?
1.2.5 Apa saja komplikasi
yang terjadi akibat terserang thypoid ?
1.2.6 Bagaimana cara untuk
mencegah supaya tidak terkena thypoid ?
1.2.7 Bagaimana
penatalaksanaan yang harus dilakukan pada penderita thypoid ?
1.2.8 Apa saja pemeriksaan
penunjang yang akan dilakukan untuk penderita thypoid ?
1.2.9 Bagaimana Asuhan
Keperawatan pada Pasien Thypoid ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk
mengetahui Pengertian dari thypoid
1.3.2 Untuk
mengetahui Etiologi thypoid
1.3.3 Untuk mengetahui Patofisiologi
hingga terserang thypoid
1.3.4 Untuk
mengetahui Manifestasi klinis yang disebabkan karena thypoid
1.3.5 Untuk
mengetahui Komplikasi yang terjadi akibat terserang thypoid
1.3.6 Untuk mengetahui cara
untuk mencegah supaya tidak terkena thypoid
1.3.7 Untuk
mengetahui Penatalaksanaan yang harus dilakukan pada penderita
thypoid
1.3.8 Untuk
mengetahui Pemeriksaan Penunjang yang akan dilakukan untu penderita
thypoid
1.3.9 Untuk mengetahui
Asuhan Keperawatan pada Pasien Thypoid
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Thypoid
Demam tifoid (Typhus
abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam
selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Typhoid adalah penyakit
infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini
masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan
urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart).
Typhoid adalah suatu
penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh
salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M.).
Dari beberapa pengertian
diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit
infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat
menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2.2 Etiologi
Penyakit tifus disebabkan
oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram negatif, berflagel (bergerak
dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut
memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber
utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang
sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh
manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70°C
maupun oleh antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Salmonella typhiatau Salmonella paratyphi A,
B atau C (Soedarto, 1996).
Salmonella Typhosa memiliki
tiga macam antigen, yaitu :
a. Antigen
O (Ohne Hauch) : merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup
Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik
antigen yang tidak menyebar
b. Antigen
H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
c. Antigen
Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O
terhadap fagositosis.
2.3 Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk
bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus kemudian mengadakan
invasi ke jaringan limfoid usus halus (teutama Plak Peyer) dan jaringan limfoid
mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat
pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke organ-organ
terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam
hati dan limfa sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan.
Pada akhir masa inkubasi
(5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah (bakteremi sekunder) dan menyebar
keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak
berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan
perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, kuman mengeluarkan
endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana kuman
ini berkembang.
Demam tifoid disebabkan
karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan
zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar
dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang
menimbulkan gejala demam.
2.4 Manifestasi
Klinis
Masa inkubasi rata-rata
10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodroma, yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat.
Kemudian gejala klinis yang
biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
lebih dari 7 hari
Pada kasus tertentu, demam
berlangsung selama 3 minggu, bersifatfebris remiten dan suhu tidak
seberapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat
setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam.
Dalam minggu ketiga, suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.
b. Gangguan
saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas
berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden), lidah ditutupi
selaput putih kotor (coated tongue, lidah tifoid), ujung dan tepinya kemerahan,
jarang disertai tremor. Pada abdomen terjadi splenomegali dan hepatomegali
dengan disertai nyeri tekan. Biasanya didapatkan kondisi konstipasi, kadang
diare, mual, muntah, tapi kembung jarang.
c. Gangguan
kesadaran
Umumnya kesadaran penderita
menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang
terjadi sopor, koma atau gelisah.
d. Pada
punggung terdapat roseola (bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler
kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam).
e. Relaps
(kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan
baik oleh obat zat anti. Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi
basil bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis.
f. Epitaksis
g.
Bradikardi
2.5 Komplikasi
Dapat terjadi pada :
a. Di
usus halus
Umumnya jarang terjadi,
namun sering fatal, yaitu :
1. Perdarahan usus
Diagnosis
dapat ditegakkan dengan :
- penurunan
TD dan suhu tubuh
- denyut
nadi bertambah cepat dan kecil
- kulit
pucat
- penderita
mengeluh nyeri perut dan sangat iritabel
2. Perforasi
usus
Timbul
biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum.
3. Peritonitis
Pada
umumnya tanda gejala yang sering didapatkan:
- nyeri perut hebat
- kembung
- dinding
abdomen tegang (defense muskulair)
- nyeri tekan
- TD menurun
- Suara bising
usus melemah dan pekak hati berkurang
Pada
pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
b. Diluar usus
halus
-
Bronkitis, terjadi pada akhir minggu pertama.
-
Bronkopneumonia, kasus yang berat bilamana disertai infeksi sekunder
-
Kolesistitis
- Tifoid
ensefalopati, gejala : kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi
-
Meningitis, gejala : bayi tidak mau menetek, kejang, letargi, sianosis, panas,
diare, kelainan neurologis.
-
Miokarditis
- Karier
kronik
2.6 Pencegahan
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang
hygiene
c. Pemberantasan lalat.
d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual
makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
a. Imunisasi
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat :
hygiene sanitasi personal hygiene. (Soeparman, 1987)
2.7 Penatalaksanaan
a. Perawatan
1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam
tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas,
sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet
1. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi
protein
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur
saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama
2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah
penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan
a. Antimikroba :
- Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
- Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
- Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1
tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv,
dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
- Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB
sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan
selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b. Antipiretik seperlunya
c. Vitamin B kompleks dan vitamin C
d. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas
demam.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada
klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur
dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif
tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus
demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam
typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya
typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif
hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak
menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu
laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh
perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang
baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap
salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada
minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam
typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi
ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum
pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam
media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu
reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan
antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan
antigen H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin
tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin
tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
Faktor – faktor yang
mempengaruhi uji widal :
1. Faktor yang berhubungan
dengan klien :
§ Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat
pembentukan antibodi.
§ Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit:
aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai
puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
§ Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa
penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan
antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut
§ Pengobatan dini dengan antibiotika :
pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
§ Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid
: obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena
supresi sistem retikuloendotelial.
§ Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang
yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun,
sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh
sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai
nilai diagnostik.
§ Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh
salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang
positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah
§ Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi
peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella
di masa lalu.
2. Faktor-faktor Teknis
§ Aglutinasi silang : beberapa spesies
salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies
yang lain.
§ Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi
ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
§ Strain salmonella yang digunakan untuk
suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi
suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari
strain lain.
2.9 Asuhan Keperawatan pada
Pasien Thypoid
a. Pengkajian
Pengumpulan data
1. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid
adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala,
mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh
karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah
sakit demam tifoid.
5. Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas,
bagaimana koping mekanisme yang digunakan. Gangguan dalam beribadat
karena klien tirah baring total dan lemah.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami
penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b) Pola eliminasi
Eliminasi
alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya
warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan
merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan
terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka
segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat
terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan
terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan,
perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta
tidak terdapat suatu waham pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain
terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest
total.
h) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan pola
ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus dirawat di rumah sakit
sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
i) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering
melamun dan merasa sedih karena keadaan sakitnya.
j) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah
biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas
karena penyakit yang dideritanya saat ini.
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38
– 410 C, muka kemerahan.
2. Tingkat kesadaran dapat terjadi penurunan
kesadaran (apatis).
3. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada
peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
4. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan
darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit
menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
6. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah,
mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan
konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
7. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah
tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan
limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada
abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi
peristaltik usus meningkat.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi
oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan
pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran
darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan
pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh
endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah
tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu
pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat
rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
2. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria
ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.
3. Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir
dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.
4. Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti
ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah
tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
5. Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi
antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun antibodi yang
dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan
H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada
minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih
dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella
typhi.
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk
mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan gangguan
hipothalamus oleh pirogen endogen.
2. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran
intestinal.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan
muntah dan diare.
4. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien)
berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine.
5. Konstipasi berhubungan dengan invasi
salmonella pada mukosa intestinal.
c. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
|
Perencanaan Keperawatan
|
||
Tujuan dan criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1. Hipertermi berhubungan dengan gangguan
hipothalamus oleh pirogen endogen.
|
Suhu tubuh akan kembali normal, keamanan
dan kenyaman pasien dipertahankan selama pengalaman demam dengan kriteria
suhu antara 366-373 0C, RR dan Nadi dalam batas normal,
pakaian dan tempat tidur pasien kering, tidak ada reye syndrom, kulit dingin
dan bebas dari keringat yang berlebihan
|
1. Monitor tanda-tanda
infeksi
2. Monitor tanda vital tiap
2 jam
3. Kompres dingin pada
daerah yang tinggi aliran darahnya
4. Berikan suhu lingkungan
yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.
5. Monitor komplikasi
neurologis akibat demam
6. Atur cairan iv sesuai
order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
7. Atur antipiretik, jangan
berikan aspirin
|
1. Infeksi pada umumnya menyebabkan
peningkatan suhu tubuh
2. Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh
yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun
idhubungkan denga resolusi infeksi
3. Memfasilitasi kehilangan panas lewat
konveksi dan konduksi
4. Kehilangan panas tubuh melalui konveksi
dan evaporasi
5. Febril dan enselopati bisa terjadi bila
suhu tubuh yang meningkat.
6. Menggantikan cairan yang hilang lewat
keringat
7. Aspirin beresiko terjadi perdarahan GI
yang menetap.
|
2. Diare berhubungan dengan infeksi pada
saluran intestinal
|
Pasien akan kembali normal pola
eliminasinya dengan kriteria makan tanpa muntah, mual, tidak distensi perut,
feses lunak, coklat dan berbentuk, tidak nyeri atau kram perut.
|
1. Ukur output
2. Kompres hangat pada
abodmen
3. Kumpulkan tinja untuk
pemeriksaan kultur.
4. Cuci dan bersihkan kulit
di sekitar daerah anal yang terbuka.
|
1. Menggantikan cairan yang hilang agar
seimbang
2. Mengurangi kram perut (hindari
antispasmodik)
3. Mendeteksi adanya kuman patogen
4. Mencegah iritasi dan kerusakan kulit
|
3. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien)
berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine.
|
Pasien akan bebas infeksi dan komplikasi
dari infeksi salmonella dengan kriteria tanda vital dalam batas normal,
kultur darah, urine dan feses negatif, hitung jenis darah dalam bataas
normal, tidak ada perdarahan.
|
1. Kumpulkan darah, urine
dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.
2. Atur pemberian agen
antiinfeksi sesuai order.
3. Pertahankan enteric
precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses negatif terhadap S. Thypi
4. Cegah pasien terpapar
dengan pengunjung yang terinfeksi atau petugas, batasi pengunjung
5. Terlibat dalam perawatan
lanjutan pasien
6. Ajarkan pasien mencuci
tangan, kebersihan diri, kebutuhan makanan dan minuman, mencuci tangan
setelah BAB atau memegang feses.
|
1. Pengumpulan yang salah bisa merusak
kuman patogen sehingga mempengaruhi diagnosis dan pengobatan
2. Anti infeksi harus segera diberikan
untuk mencegah penyebaran ke pekerja, pasien lain dan kontak pasien.
3. Mencegah transmisi kuman patogen
4. Membatasi terpaparnya pasien pada kuman
patogen lainnya.
5. Meyakinkan bahwa pasien diperiksa dan
diobati.
6. Mencegah infeksi berulang
|
4. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan
muntah dan diare.
|
Keseimbangan cairan dan elektrolit
dipertahankan Kriteria turgor kulit normal, membran mukosa lembab, urine
output normal, kadar darah sodium, kalium, magnesium dan kalsium dalam batas
normal.
|
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi
2. Berikan minuman per oral
sesuai toleransi
3. Atur pemberian cairan per
infus sesuai order.
4. Ukur semua cairan output
(muntah, diare, urine. Ukur semua intake cairan.
|
1. Intervensi lebih dini
2. Mempertahankan intake yang adekuat
3. Melakukan rehidrasi
4.Meyakinkan keseimbangan antara intake dan
ouput
|
5. Konstipasi berhubungan dengan invasi
salmonella pada mukosa intestinal.
|
Pasien bebas dari konstipasi dengan
kriteria feses lunak dan keluar dengan mudah, BAB tidak lebih dari 3 hari.
|
1. Observasi feses
2. Monitor tanda-tanda
perforasi dan perdarahan
3. Cek dan cegah terjadinya
distensi abdominal
4. Atur pemberian enema
rendah atau glliserin sesuai order, jangan beri laksatif.
|
1. Mendeteksi adanya darah dalam feses
2. Untuk intervensi medis segera
3. Distensi yang tidak membaik akan
memperburuk perforasi pada intestinal
4. Untuk menghilangkan distensi
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demam tifoid (Typhus
abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam
selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Demam tifoid disebabkan
karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan
zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan
beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan
gejala demam.
3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan,
kita sebaiknya memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama pada anak-anak
supaya menjaga kebersihan, baik kebersihan lingkungan, makanan, air minum, dan
kebersihan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Marylin E Doengoes. Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi 3 . EGC. Jakarta. 1999.
Barbara Engram, 1998 “ Keperawatan
Medikal Bedah , EGC Jakarta